Kamis, 22 Mei 2014

Written by  Purwoko (Lead Developer SLIMS)
Hampir, bahkan semua Komunitas SliMS terbentuk diawali oleh hobby terkait SliMS. Hobby mengoprek, memodifikasi, penasaran bagaimana menggunakan dan seterusnya mengantarkan berbagai daerah mendirikan komunitas sebagai sarana belajar bersama.
Sejarah komunitas ini, diawali oleh komunitas SliMS Yogyakarta yang berdiri sekitar tahun 2010-an awal. 
Jika melihat komunitas lain, komunitas SliMS dapat disamakan atau paling tidak hampir sama dengan komunitas-komunitas TI di berbagai bidang.
Komunitas Ubuntu (ubuntu-id), KSL (kelompok studi linux), komunitas blender dll. Komunitas-komunitas ini mempunyai anggota yang beragam.
Komunitas SliMS, meski unsur utamanya pustakawan namun banyak juga dari guru, dosen, mahasiswa dan juga orang IT. Demikian juga komunitas Ubuntu serta komunitas lainnya.

Namun demikian, ada pula perbedaan pada beberapa komunitas tersebut. Komunitas SliMS, menggunakan SliMS terutama untuk manajemen perpustakaan, dan dalam pengelolaan perpustakaan tidak hanya sekedar SliMS atau teknologi saja. Namun, perpustakaan juga digerakaan dengan berbagai ilmu lainnya. Psikologi, pemasaran, komunikasi, sosiologi, dan lain sebagainya.
Kegiatan utama komunitas SliMS selama ini adalah bagaimana cara menggunakan dan memodifikasi SliMS. Berbagai komunitas aktif melakukan pertemuan bulanan atau berkala lainnya dalam rangka belajar bersama, atau yang disebut dengan “sinau bareng”.

Beberapa kritik muncul dipermukaan.
“Apakah pepustakaan cukup digerakkan dengan teknologi saja?”
“Jangan sampai para pustakawan atau calon pustakawan hanya terfokus pada teknologi, namun melupakan sisi-sisi lain kepustakawanan!!”

Bagi saya, ini memang beralasan terutama bagi orang diluar komunitas yang melihat gerak komunitas hanya (dalam pandangan mereka) pada ranah teknologi saja. Namun apakah benar demikian? Menurut saya tidak sepenuhnya pernyataan atau kekhawatiran ini benar. Setidaknya telah ada beberapa komunitas yang memulai menggabungkan sisi-sisi keilmuan selain teknologi informasi perpustakaan dalam kegiatan komunitas SliMS.

Bagaimana seharusnya bentuk ideal komunitas SliMS?
Sebagai sebuah wadah yang tidak memiliki garis struktur yang ketat dari tingkat bawah sampai atas, justru membuat komunitas SliMS terpacu untuk berinovasi. Bagaimana bentuk inovasi yang dapat mendekatkan komunitas pada bentuk idealnya?

1. Kegiatan
Komunitas SliMS semestinya mempunyai kegiatan-kegiatan berkala sebagai wahana bertemunya para pegiat komunitas. Kegiatan ini dapat dilakukan bulanan, 2 bulanan atau kapanpun ketika ada waktu bertemu. Pertemuan sebaiknya tidak hanya disatu tempat saja, namun bergiliran dari perpustakaan satu ke perpustakaan lainnya yang berbeda jenisnya.
Misalnya: pertemuan pertama di perpustakaan sekolah, kedua di perpustakaan perguruan tinggi dan seterusnya. Hal ini akan menambah “kekayaan” pengalaman komunitas dalam berkegiatan. Kegiatan dalam pertemuan, jangan hanya terkait dengan SliMS saja. Namun sebaiknya komunitas SliMS juga memfasilitasi anggota komunitas dalam mempelajari berbagai hal terkait ilmu perpustakaan.
Misalnya: pengolahan koleksi, komunikasi dengan pemustaka, advokasi (bersama organisasi profesi), diskusi layanan perpustakaan, diskusi isu mutakhir ilmu perpustakaan dan informasi, shelfing yang baik, tata ruang perpustakaan, pengembangan koleksi dan lain sebagainya. Bagaimana dengan jumlah partisipan kegiata sinau bareng atau berkegiatan? tidak usah terpaku pada jumlah, berapapun jumlah yang datang tetap dapat dijalankan. Bahkan meski hanya 2 orang saja..
2. Kerjasama
Jangan sampai komunitas SliMS merasa cukup dengan komunitasnya. Komunitas harus tetap dan terus bekerjasama dengan komunitas/organisasi lain. Misalnya Perpustakaan Daerah, ATPUSI, APISI, IPI, Forum Pustakawan di daerah, Komunitas Opensource, Komunitas Ubuntu dan berbagai organisasi lainnya. Dengan demikian, gerakan akan menjadi lebih terasa efeknya serta jika muncul permasalahan dapat dipecahkan secara bersama-sama.
Kerjasama ini, seyogyanya diikuti dengan pembagian area/wilayah kerja. Misalnya Komunitas SliMS bekerjasama dengan ATPUSI, maka Komunitas dapat mengambil peran terkait implementasi teknologi dan ATPUSI dapat mengambil peran dalam aspek non-teknologi dan advokasi.
3. Produk dan jasa
Kegiatan komunitas SliMS, dalam belajar menggunakan SliMS dan kegiatan lain terkait kepustakawanan semestinya menghasilkan produk yang dapat dinikmati bersama. Ada berbagai bentuk produk yang mungkin diciptakan oleh komunitas.
Misalnya: produk pendampingan perpustakaan yang menghasilkan bentuk perpustakaan (misal perpustakaan sekolah) yang lebih baik dari sisi teknologi, layanan, tata ruang dan lain sebagainya. Hal ini adalah yang paling mudah dilakukan oleh komunitas, dan akhirnya manfaat dari komunitas akan dapat dirasakan oleh anggota.
Produk lain misalnya: modifikasi SliMS, katalog induk, website komunitas, pengabdian masyarakat terkait perpustakaan desa dan lain sebagainya. Selain produk, komunitas selayaknya juga menawarkan jasa kepada pihak lain yang membutuhkan. Misalnya jasa implementasi SliMS, dari instalasi, modifikasi, migrasi, pelatihan, pengolahan koleksi dan lain sebagainya. Hasil dari jualan jasa ini dapat digunakan untuk modal menggerakkan komunitas.
4. Keanggotaan dan keuntungan menjadi anggota
Keanggotaan komunitas, selama ini masih bersifat cair dan tanpa tanda anggota. Konsekuensinya, ikatan menjadi berdasar emosional semata. Hal ini akan lebih baik lagi jika digabung dengan model keanggotaan tercatat sekaligus penjelasan keuntungan menjadi anggota resmi komunitas SliMS. Misalnya: keanggotaan dibedakan menjadi anggota personal dan anggota atas nama perpustakaan.
Anggota mendapatkan kartu anggota, dan berhak mendapatkan berbagai keuntungan dalam berkomunitas. Anggota wajib membayar iuran ketika pertemuan berkala. Keuntungan bergabung menjadi komunitas misalnya: mendapat pendampingan implementasi SliMS dalam bentuk konsultasi, diskusi dan hal lain sesuai kemampuan para penggerak komunitas, mengikuti belajar bersama, bergabung dalam katalog induk dan lain sebagainya. Keuntungan ini ditentukan bersama oleh komunitas.
5. Hubungan emosional
Hubungan emosional, dalam hal ini adalah hubungan antar anggota komunitas dan dengan komunitas SliMS di tempat lain serta kepada developer. Hal ini dimaksudkan sebagai sarana untuk terus menciptakan bentuk komunitas yang ideal dengan berbagai kegiatannya.
Hubungan ini dapat dibentuk dengan aktif mengikuti diskusi di forum diskusi SliMS, menjawab pertanyaan yang muncul, saling berbagi ketika berkunjung ke daerah lain dan lain sebagainya.

Beberapa komunitas, saya kira telah memulai hal ini. Komunitas SliMS kudus dengan kegiatan kreatifnya dan kerjasamanya dengan berbagai elemen komunitas di Kudus (KPLI, ATPUSI dll), bahkan pernah mengadakan seminar atau pelatihan dengan menggandeng ATPUSI Kudus.
Hal ini saya kira harus ditiru oleh berbagai komunitas SliMS di Indonesia. Selain SliMS Kudus, adapula SliMS pacitan dengan kreatifitas rekan mahasiswa UT, SLiMS malang yang digerakkan oleh pegiat IT dan Dosen dan kreatifitasnya yang luar biasa, trenggalek yang inovatif, sumatra barat yang militan, aceh yang penuh perjuangan, SliMS Semarang yang diam-diam menghanyutkan dan lain sebagainya.

Semangat kebersamaan, saya yakin ada pada para pustakawan atau tenaga perpustakaan di Indonesia. Hanya saja bagaimana mewujudkan atau memulainya, dengan siapa harus memulainya menjadi persoalan tersendiri.

Kita patut berbangga dengan rekan-rekan di daerah yang begitu gesit dalam bergerak. Realitas perpustakaan yang ada di daerah, pastinya mempunyai lahan lebih luas untuk digarap oleh komunitas SliMS Indonesia...

SLiMS adalah perekat, selebihnya kegiatan komunitas SLiMS harus menyeluruh, komunitas SLiMS tidak hanya menggarap cara menggunakan SLiMS, namun juga dalam pengolahan koleksi, promosi perpustakaan, pendidikan pemakai, literasi informasi, isu mutakhir informasi dan lain sebagainya....

Ketika diskusi tentang SLiMS, ada seorang rekan pegiat komunitas yang bertanya, "mau dibawa ke mana komunitas ini?"

Pertanyaan ini saya kira beralasan, karena memang belum ada panduan tertulis tentang arah dari komunitas. Komunitas SLiMS yang bergerak dengan semangat gotong royong dan paguyuban.
Sebagai sebuah komunitas yang menyandarkan diri pada perangkat lunak, di luar komunitas ini ada juga komunitas software: Komunitas Blender, Linux, Ubuntu, Blankon, Mysql dan lainnya. Di dunia perpustakaan, pernah ada ISIS dan juga Atheaneum serta aplikasi lainnya. Nama pertama pernah populer pada masanya, menjadi aplikasi otomasi perpustakaan pilihan. Nama terakhir memiliki alamat blog komunitas di http://kali-indonesia.blogspot.com/.
Memang tantangan antara satu komunitas dan komunitas lainnya berbeda, nah  bagaimana dengan SLiMS?
Saya pernah menulis tentang Komunitas SliMS (di sini), melanjutkan tulisan itu dan didorong oleh rekan komunitas yang menyarankan bahwa semestinya komunitas punya panduan berupa visi dan misi, maka saya coba tulis konsep visi misi komunitas SLiMS Indonesia.

Nama:
Komunitas SLiMS ....., yang berciri paguyuban.

Anggota:
Pustakawan, tenaga perpustakaan, pengelola perpustakaan, pengelola TBM, mahasiswa, guru, masyarakat dan lainnya.

Model keanggotaan:
terdata, diberi kartu anggota atasnama perpustakaan atau pribadi dengan hak dan kewajiban tertentu
(untuk model keanggotaan ini sangat opsional, bisa dengan kartu anggota bisa juga tanpa kartu anggota)

Visi:
Mewujudkan pengelola perpustakaan yang berpengetahuan luas, terampil serta mandiri demi terwujudnya perpustakaan yang ideal.

Misi:

  1. meningkatkan pengetahuan terkini dalam bidang kepustakawanan
  2. meningkatkan keterampilan dalam pengelolaan perpustakaan
  3. meningkatkan kemampuan teknologi informasi
  4. menyebarkan aplikasi berbasis opensource kepada para pengelola perpustakaan dan pemerhati perpustakaan
  5. bekerjasama dengan berbagai pihak untuk pengembangan perpustakaan dan pengelola perpusakaan
  6. melakukan kegiatan berbagi pengetahuan secara berkala
  7. membuat produk komunitas
Jika misi di atas diturunkan dalam bentuk kegiatan, maka kira-kira Komunitas SLiMS akan melaksanakan berbagai kegiatan, di antaranya:
  • meningkatkan pengetahuan terkini dalam bidang kepustakawanan, dalam bentuk belajar bersama tentang: (dalam hal ini komunitas wajib membaca keadaan, atau tren yang berkembang dalam dunia perpustakaan)
    • literasi informasi
    • etika profesi
    • manajemen perpustakaan
    • kepemimpinan
    • strategi mengelola perpustakaan (pengalaman pengelola perpustakaan yang berada dalam lingkungan terbatas, namun dapat sukses patut dijadikan narasumber. Atau bisa juga kerjasama dengan praktisi lain)
    • evaluasi informasi di internet 
    • ....
  • meningkatkan keterampilan dalam pengelolaan perpustakaan, dalam bentuk belajar bersama tentang:
    • pengolahan koleksi
    • klasifikasi
    • tata ruang perpustakaan
    • SOP
    • pengembangan koleksi
    • ....
  • meningkatkan kemampuan teknologi informasi, dalam bentuk belajar bersama tentang:
    • optimalisasi mesin pencari (google, bing dll)
    • pemasangan, dan penggunaan sistem informasi perpustakaan SLiMS
    • penggunaan google drive dan aplikasi cloud lainnya
    • instalasi linux, blender, GIMP,  dan penggunaannya
    • instalasi Xmind, drupal, wordpress, zotero, mendeley, Lyx dan belajar penggunaannya
    • tips membuat presentasi menarik
    • programming sederhana
    • modifikasi fitur sistem informasi perpustkaan SLiMS
    • ....
  • menyebarkan aplikasi berbasis opensource kepada para pengelola perpustakaan dan pemerhati perpustakaan
    • instalasi sistem informasi perpustakaan SLiMS pada berbagai perpustakaan, baik secara probono maupun berbayar
    • menyelenggarakan pelatihan penggunaan sistem informasi perpustakaan berbasis opensource (pelatihan berbayar: keuntungan finansial bisa digunakan untuk menggerakkan komuntitas, memberi kenang-kenangan pada narasumber dari pihak luar dll)
    • ....
  • bekerjasama dengan berbagai pihak untuk pengembangan perpustakaan dan pengelola perpusakaan
    • ATPUSI, KPLI, IPI, programmer,  Perpusda, Perpus kota, akademisi jurusan perpustakaan, akademisi bidang lain dalam bentuk kerjasama acara atau mengundang sebagai narasumber belajar bersama.
    • Komunitas juga dapat mengundang para pustakawan (praktisi), atau pengelola TBM untuk berbagi pengetahuan.
    • ....
  •  membuat produk komunitas
    • membangun katalog induk, (sebagai sarana belajar dan juga mempererat hubungan antara anggota komunitas)
    • membuat fitur baru dari aplikasi (SLiMS) sesuai kebutuhan anggota
    • membangun taman bacaan (siapa tahu ada komunitas yang dapat mengembangkan komunitasnya menjadi yayasan :) ) 
    • ....
Pendanaan:
  • iuran ketika belajar bersama (misal sekali pertemuan Rp2000)
  • pendaftaran pelatihan profesional (pelatihan berbayar) --> berdasarkan situasi dan kondisi di masing-masing komunitas
  • jualan jasa, baik kepada institusi atau kepada perorangan. Misalnya jasa implementasi SLiMS di institusi tertentu yang meminta, atau kerjasama dengan perpustakaan daerah mengisi acara workshop SLiMS untuk sekolah, dll. 
Tempat kegiatan
  • sekolah tempat anggota komunitas bekerja
  • pos ronda
  • masjid
  • balai desa
  • rumah anggota
  • kerjasama dengan instansi
  • ruang publik lainnya


------
Visi dan misi ini, tentunya dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pengelola masing-masing komunitas.
Pimpinan Komunitas dituntut untuk jeli melihat situasi tentang kebutuhan komunitasnya, trend bidang perpustakaan yang sedang berkembang, dan jangan selalu terjebak pada jumlah anggota atau jumlah yang datang ketika mengadakan kegiatan.
Satu, dua, tiga, empat orang yang datang tidaklah jadi persoalan.

 Source: http://mustoko.blogspot.com/
              http://www.slimscommeet.web.id/


0 komentar:

Posting Komentar